Kehadiran
seorang anak ke Dunia adalah sesuatu yang sangat dinantikan oleh seorang Ibu
dan Bapak. Sebuah ruh yang telah ditiupkan Alloh sejak usia kandungan 40 hari,
dan dikandung selama 9 bulan 10 hari. Dan ketika sang buah hati itu lahir, maka
kebahagiaan lah yang ada pada kedua orang tua, banyak doa dan harapan yang
mengalir bagi sang buah hati.
3
kewajiban Orang Tua pada anak, salah satunya adalah memberikan nama yang baik.
Karena nama itu adalah Doa orang tua untuk anak.
Berbagai
hal yang telah diatur dalam Islam, termasuk didalamnya adalah tentang pemberian
nama. Lalu bagaimanakah Islam mengatur tentang pemberian nama untuk anak?
Pentingnya
Pemberian Nama
Nama adalah ciri atau tanda, maksudnya adalah orang yang diberi
nama dapat mengenal dirinya atau dikenal oleh orang lain. Dalam Al-Qur’anul
Kariim disebutkan;
يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَل لَّهُ مِن قَبْلُ سَمِيًّا (7) سورة مريم
“Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu
akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum
pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia” (QS. Maryam: 7).
Dan hakikat pemberian nama kepada anak adalah agar ia dikenal
serta memuliakannya. Oleh sebab itu para ulama bersepakat akan wajibnya memberi
nama kapada anak laki-laki dan perempuan 1). Oleh sebab itu apabila seseorang
tidak diberi nama, maka ia akan menjadi seorang yang majhul (=tidak dikenal)
oleh masyarakat.
Waktu Pemberian Nama
Telah datang sunnah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam
tentang waktu pemberian nama, yaitu:
a) Memberikan nama kepada anak pada saat ia lahir.
b) Memberikan nama kepada anak pada hari ketiga setelah ia
lahir.
c) Memberikan nama kepada anak pada hari ketujuh setelah ia
lahir.
Pemberian Nama Kepada Anak Adalah Hak (Kewajiban) Bapak.
Tidak ada perbedaan pendapat bahwasannya seorang bapak lebih
berhak dalam memberikan nama kepada anaknya dan bukan kepada ibunya. Hal ini
sebagaimana telah tsabit (=tetap) dari para sahabat radhiallahu ‘anhum bahwa
apabila mereka mendapatkan anak maka mereka pergi kepada Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam agar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nama
kepada anak-anak mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan bapak lebih tinggi
daripada ibu.
Nasab Anak Kepada Bapak Bukan Kepada Ibu
Sebagaimana hak memberikan nama kepada anak, maka seorang
anakpun bernasab kepada bapaknya bukan kepada ibunya, oleh sebab itu seorang
anak akan dipanggil: Fulan bin Fulan, bukan Fulan bin Fulanah.
Allah Ta’ala berfirman:
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ (5) سورة الأحزاب
Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama
bapak-bapak mereka…” (QS. Al-Ahzab: 5)
Oleh karena itu manusia pada hari kiamat akan dipanggil dengan
nama bapak-bapak mereka: Fulan bin fulan. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam
hadits dari Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa
sallam 2).
Memilih Nama Terbaik Untuk Anak
Kewajiban bagi seorang bapak adalah memilih nama terbaik bagi
anaknya, baik dari sisi lafadz dan maknanya, sesuai dengan syar’iy dan lisan
arab. Kadangkala pemberian nama kepada seorang anak baik adab dan diterima oleh
telinga/pendangaran akan tetapi nama tersebut tidak sesuai dengan syari’at.
Tata Tertib Pemberian Nama Seorang Anak
1. Disukai Memberikan Nama Kepada Seorang Anak Dengan Dua Suku
Kata, misal Abdullah, Abdurrahman. Kedua nama ini sangat disukai oleh Allah
Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana diterangkan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wa
sallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud dll. Kedua nama ini
menunjukkan penghambaan kepada Allah Azza wa Jalla.
Dan sungguh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah
memberikan nama kepada anak pamannya (Abbas radhiallahu ‘anhu), Abdullah
radhiallahu ‘anhuma. Kemudian para sahabat radhiallahu ‘anhum terdapat 300
orang yang kesemuanya memiliki nama Abdullah.
Dan nama anak dari kalangan Anshor yang pertama kali setelah
hijrah ke Madinah Nabawiyah adalah Abdullah bin Zubair radhiallahu ‘anhuma.
2. Disukai Memberikan Nama Seorang Anak Dengan Nama-nama
Penghambaan Kepada Allah Dengan Nama-nama-Nya Yang Indah (Asma’ul Husna),
misal: Abdul Aziz, Abdul Ghoniy dll. Dan orang yang pertama yang menamai
anaknya dengan nama yang demikian adalah sahabat Ibn Marwan bin Al-Hakim.
Sesungguhnya orang-orang Syi’ah tidak memberikan nama kepada
anak-anak mereka seperti hal ini, mereka mengharamkan diri mereka sendiri
memberikan nama anak mereka dengan Abdurrahman sebab orang yang telah membunuh
‘Ali bin Abi Tholib adalah Abdurrahman bin Muljam.
3. Disukai Memberikan Nama Kepada Seorang Anak Dengan Nama-nama
Para Nabi.
Para ulama sepakat akan diperbolehkannya memberikan nama dengan
nama para nabi3).
Diriwayatkan dari Yusuf bin Abdis Salam, ia berkata:”Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nama kepadaku Yusuf” (HR. Bukhori
–dalam Adabul Mufrod-; At-Tirmidzi –dalam Asy-Syama’il-). Berkata Ibnu Hajjar
Al-Asqolaniy: Sanadnya Shohih.
Dan seutama-utamanya nama para nabi adalah nama nabi dan rasul
kita Muhammad bin Abdillah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Para ulama berbeda pendapat tentang boleh atau tidaknya penggabungan
dua nama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan nama kunyahnya,
Muhammad Abul Qasim.
Berkata Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah:”Dan yang benar
adalah pemberian nama dengan namanya (yakni Muhammad, pent) adalah boleh.
Sedangkan berkunyah dengan kunyahnya adalah dilarang dan pelarangan menggunakan
kunyahnya pada saat beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup lebih keras
dan penggabungan antara nama dan kunyah beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam
juga terlarang”4).
4. Memberikan Nama Kepada Seorang Anak Dengan Nama-nama Orang
Sholih Dari Kalangan Kaum Muslimin.
Telah tsabit dari hadits Mughiroh bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu
dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, ia bersabda:
أنهم كانوا يسمون بأسماء أنبيائهم والصالحين (رواه مسلم).
“Sesungguhnya mereka memberikan nama (pada anak-anak mereka)
dengan nama-nama para nabi dan orang-orang sholih” (HR. Muslim).
Kemudian para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
adalah penghulunya orang-orang sholih bagi umat ini dan demikian juga
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari akhir.
Para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memandang
bahwa hal ini adalah baik, oleh karena itu sahabat Zubair bin ‘Awan radhiallahu
‘anhu memberikan nama kepada anak-anaknya –jumlah anaknya 9 orang- dengan
nama-nama sahabat yang syahid pada waktu perang Badr, missal: Abdullah,’Urwah,
Hamzah, Ja’far, Mush’ab, ‘Ubaidah, Kholid, ‘Umar, dan Mundzir.
Syarat-syarat Dalam Pemberian Nama
a. Nama tersebut menggunakan bahasa arab.
b. Nama tersebut dibangun dengan makna yang baik secara bahasa
dan syari’at. Oleh karenanya dengan adanya syarat ini tidak boleh menggunakan
nama-nama yang haram atau makruh baik dalam segi lafadz ataupun maknanya. Oleh
karena itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama-nama yang jelek
menjadi nama-nama yang baik dari segi lafadz dan maknanya.
Nama-nama yang Diharamkan
a. Kaum muslimin telah bersepakat terhadap haramnya penggunaan
nama-nama penghambaan kepada selain Allah Ta’ala baik dari matahari, patung-patung,
manusia atau selainnya, missal: Abdur Rasul (=hambanya Rasul), Abdun Nabi
(=hambanya Nabi) dll. Sedangkan selain nama Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam,
misal: Abdul ‘Izza (=hambanya Al-‘Izza (nama patung/berhala), Abdul Ka’bah
(=hambanya Ka’bah), Abdus Syamsu (=hmabanya Matahari) dll.
b. Memberi nama dengan nama-nama Allah Tabaroka wa Ta’ala,
misal: Rahim, Rahman, Kholiq dll.
c. Memberi nama dengan nama-nama asing atau nama-nama orang
kafir.
d. Memberi nama dengan nama-nama patung/berhala atau sesembahan
selain Allah Ta’ala, misal: Al-Lat, Al-‘Uzza dll.
e. Memberi nama dengan nama-nama asing baik yang berasal dari
Turki, Faris, Barbar dll.
f. Setiap nama yang memuji (tazkiyyah) terhadap diri sendiri
atau berisi kedustaan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
إن أخنع إسم عند الله رجل تسمى ملك الأملاك (رواه البخاري؛ مسلم).
“Sesungguhnya nama yang paling dibenci oleh Allah adalah
seseorang yang bernama Malakul Amlak (=rajanya diraja)” (HR. Bukhori; Muslim).
g. Memberi nama dengan nama-nama Syaithon, misal: Al-Ajda’ dll.
Nama-nama Yang Dimakruhkan
a. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama-nama orang fasiq,
penzina dll.
b. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama perbuatan-perbuatan
jelek atau perbuatan-perbuatan maksiat.
c. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama para pengikut
Fir’un, misal: Fir’un, Qarun, Haman.
d. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama-nama hewan yang
telah dikenal akan sifat-sifat jeleknya, misal: Anjing, keledai dll.
e. Dimakruhkan memberi nama anak dengan Ism, mashdar, atau
sifat-sifat yang menyerupai terhadap lafzdz “agama” (الدين) , dan lafadz “Islam” (الإسلام), misal: Nurruddin, Dliyauddin, Saiful Islam
dll.
f. Dimakruhkan memberi nama ganda5), misal: Muhammad Ahmad,
Muhammad Sa’id dll.
g. Para ulama memakruhkan memberi nama dengan nama-nama surat
dalam Al-Qur’an, misal: Thoha, Yasin dll.
Jalan Keluar Dari Pemberian Nama-nama Yang Diharamkan Dan Yang
Dimakruhkan
Jalan keluar dari kedua hal ini adalah merubah nama-nama
tersebut dengan nama-nama yang disukai (mustahab) atau yang diperbolehkan
secara syar’i. Dan untuk merubah nama ini kita dapat mendatangi
kementrian/depertemen yang mengurusi masalah ini.6)
Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah
nama-nama yang mengandung makna kesyirikan kepada Allah kepada nama-nama
Islamiy, dari nama-nama kufur kepada nama-nama imaniyah.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhaiallahu ‘anha, ia berkata:
كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يغير الإسم القبيح إلى الإسم الحسن (رواه الترمذي).
“Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah
nama-nama yang jelek menjadi nama-nama yang baik” (HR. AT-Tirmidzi).
Demikianlah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama-nama
yang jelek dengan nama-nama yang baik, seperti beliau shalallahu ‘alaihi wa
sallam merubah nama Syihab menjadi Hisyam dll. Demikian juga kita mesti merubah
nama-nama yang buruk menjadi nama-nama yang baik, misal: Abdun Nabi menjadi
Abdul Ghoniy, Abdur Rasul menjadi Abdul Ghofur, Abdul Husain menjadi
Abdurrahman dll.
Maraji’:
Tasmiyah Al-Maulud, karya: Asy-Syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid
Catatan Kaki:
1) Marotib Al-Ijma’, hal: 154. Oleh Ibn Hazm.
2) Lihat Shahih Bukhori, bab: Maa Yad’u An-Naas Bi abaihim.
3) Lihat Syarh Shahih Muslim 8/437. Imam An-Nawawi rahimahullah;
Marotib Al-Ijma’, hal: 154-155.
4) Zaadul Ma’ad, 2/347. Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah.
5) Maksudnya adalah memberikan nama anak dengan dua nama, yang
mana nama tersebut terdapat dalam satu orang. Misal Muhammad Ahmad, nama
Muhammad dan Ahmad dimiliki oleh satu orang, dan Ahmad bukanlah nama
bapaknya,pent.
6) Untuk di sini (Kuwait) kita dapat mendatangi Mahkamah,pent.
http://abdurrahman.wordpress.com/2007/08/27/etika-memberi-nama-anak-dalam-islam/
http://www.darussalaf.or.id/fiqih/etika-memberi-nama-anak-dalam-islam/
No comments:
Post a Comment